تخطي للذهاب إلى المحتوى

Jejak Inspiratif Prof. Muzdalifah, Ketekunan Mengantarnya Menjadi Guru Besar Tafsir

8 أكتوبر, 2025 بواسطة
Jejak Inspiratif Prof. Muzdalifah, Ketekunan Mengantarnya Menjadi Guru Besar Tafsir
Humas IAIN Parepare

Humas IAIN Parepare – Di tengah pesatnya perkembangan IAIN Parepare, berdiri tegak seorang Guru Besar yang kisahnya menjadi cermin keteguhan. Prof.  Muzdalifah Muhammadun. Perempuan kelahiran Ma’rang, Sulawesi Selatan, ini tidak hanya mencapai puncak keilmuan Tafsir, tetapi juga dipercaya memimpin sebagai Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) IAIN Parepare.


Perjalanan Prof. Muzdalifah adalah epik tentang kesetiaan pada ilmu, keberanian menantang keterbatasan, dan keyakinan bahwa perempuan Bugis berhak berdiri sejajar di puncak akademik.


Lahir pada 8 Februari 1971 di Ma’rang, Muzdalifah tumbuh dalam kesahajaan, diselimuti nilai kesabaran, doa, dan kerja keras. Lingkungan religius menanamkan prinsip yang kelak menjadi kompas hidupnya, ilmu bukan sekadar sarana mencari kehidupan, tetapi jalan menuju keberkahan.


Dari ruang-ruang kelas sederhana, kecintaannya terhadap ilmu bersemi. Ia dikenal sebagai siswi yang tekun, jujur, dan memiliki semangat kepemimpinan. "Mengajar dan belajar itu ibadah," pesan orang tuanya yang terus membimbing langkahnya menembus batas akademik yang dulu terasa jauh.


Jalan intelektualnya semakin mantap di IAIN Alauddin Makassar. Di kampus ini, ia menemukan dunia diskusi yang dinamis dan berhadapan langsung dengan tantangan, terutama soal keterbatasan biaya dan jarak. Namun, setiap ujian ia jalani dengan kesabaran yang nyaris menjadi ciri khasnya.


Ia menyelesaikan Magister Dirasah Islamiyah pada tahun 2000 dan terus melanjutkan hingga jenjang Doktor (S3). Pencapaian ini membuktikan bahwa pendidikan tinggi baginya adalah bentuk pengabdian kepada ilmu dan masyarakat. Ia tidak hanya mengejar gelar, tetapi juga menuntut integritas dalam setiap proses. Tahun 2001, ia memulai pengabdiannya di STAIN Parepare (kini IAIN Parepare) sebagai dosen Tafsir. Dalam pandangannya, tafsir bukan sekadar membaca teks, tetapi sarana dialog antara wahyu dan realitas sosial.


Karier akademiknya menanjak secara konsisten dari Asisten Ahli (2004) hingga Lektor Kepala (2014). Puncaknya, ia menyandang gelar Guru Besar Tafsir yang baru saja dikukuhkan pada 05 Oktober 2025 dan dipercaya memimpin sebagai Dekan FEBI. Hal ini menunjukkan keahliannya dalam menjembatani keilmuan Islam klasik dengan tuntutan fungsional di era modern.


"Setiap jenjang jabatan yang saya raih bukan hasil dari ambisi semata, tetapi buah dari konsistensi, dedikasi, dan keikhlasan," ungkapnya.


Dalam kapasitasnya sebagai ilmuwan, Prof. Muzdalifah dikenal sebagai pembawa gagasan dekolonisasi pemikiran, yaitu upaya menjembatani tradisi Islam dengan modernitas secara kritis, tanpa kehilangan akar. Ia percaya bahwa ilmu harus membebaskan pikiran.


Atas dedikasinya selama lebih dari dua dekade, negara memberikan pengakuan berupa Satyalancana Karya Satya 10 Tahun (2012) dari Presiden Susilo Bambang Yudhyono dan Satyalancana Karya Satya 20 Tahun (2022) dari Presiden Jokowi. Dua penghargaan ini menjadi simbol pengabdian tulus yang memberikan kontribusi nyata bagi bangsa.


Di balik kesuksesan akademik dan kepemimpinannya, Prof. Muzdalifah adalah sosok istri dan ibu yang penuh kasih. Ia menikah dengan Ir. Muhbar dan dikaruniai dua putra.


Kesehariannya mencerminkan keseimbangan yang inspiratif. Di pagi hari, ia adalah profesor yang berwibawa di depan kelas. Ketika senja tiba, ia kembali menjadi ibu yang lembut, membuktikan bahwa peran domestik dan publik dapat dijalankan dengan harmoni dan cinta. Kesederhanaan, senyum, dan keterbukaan tetap menjadi ciri khasnya.


Kisah hidup Prof. Dr. Muzdalifah Muhammadun menjadi pesan yang sederhana namun mendalam bagi generasi muda.


"Ilmu mampu mengubah nasib, Doa mampu menuntun langkah, dan Ketekunan mampu mengangkat martabat manusia," ujarnya.


Dari Ma’rang yang sederhana hingga ruang dekanat IAIN Parepare yang megah, ia membuktikan bahwa perempuan dapat menjadi pelopor perubahan, menjadi Guru Besar dalam makna sejati, yang menyalakan api ilmu untuk membebaskan pikiran dan menuntun umat menuju pencerahan. (irm/mif)

أرشفة