Humas IAIN Parepare – Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS) Sejarah Peradaban Islam, Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Dakwah (FUAD) IAIN Parepare menggelar Seminar Kebudayaan bertajuk "Eksistensi Falsafah Bugis: Sipakatau, Sipakalebbi, dan Sipakainge dalam Implementasi Kehidupan Era Modern", Senin, (5/5/ 2025) Kegiatan ini berlangsung di Gedung Balai Seni IAIN Parepare dan diikuti oleh mahasiswa, dosen, serta tamu undangan.
Seminar menghadirkan dua narasumber utama, yakni Musyarif, dosen Sejarah IAIN Parepare, dan Andi Oddang Opu To Sessungriu, seorang budayawan Bugis. Kedua narasumber membahas urgensi dari mempertahankan falsafah Bugis di tengah derasnya arus globalisasi yang berpotensi menggerus identitas budaya lokal.
Ketua HMPS Sejarah Peradaban Islam, Jumadil, dalam sambutannya mengungkapkan harapannya agar seminar ini menjadi pemantik kesadaran generasi muda untuk melestarikan budaya. "Budaya bukan hanya sekadar warisan, tetapi juga identitas yang harus terus kita rawat dan aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari," ujarnya penuh semangat.
Sementara itu, Usman yang mewakili Kaprodi Sejarah Peradaban Islam, dalam sambutannya menyampaikan permohonan maaf karena ketidakhadiran Kaprodi akibat kegiatan lain yang harus dihadiri. Ia menegaskan bahwa nilai-nilai Sipakatau, Sipakalebbi, dan Sipakainge tidak cukup hanya dibahas dalam seminar, melainkan harus diwujudkan dalam tindakan nyata di tengah masyarakat.
Dekan Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Dakwah, Dr. A. Nurkidam, M.Hum., mengawali sambutanya dengan memberikan apresiasi atas inisiatif mahasiswa mengangkat tema budaya lokal. Menurutnya, kegiatan semacam ini bukan hanya memperkaya khasanah akademik, tetapi juga menguatkan peran perguruan tinggi sebagai penjaga nilai-nilai luhur bangsa.
Selain itu, Dekan FUAD menekankan pentingnya mengimplementasikan petuah-petuah leluhur sebagai bagian dari kearifan lokal dalam kehidupan sehari-hari. Tiga falsafah utama dari masyarakat Bugis, Makassar, dan Mandar, yakni sipakatau (saling menghormati), sipakalebbi (saling memuliakan), dan sipakainga (saling mengingatkan), menjadi pondasi dalam membangun kehidupan harmonis yang sejalan dengan nilai-nilai ajaran Islam.
A. Nurkidam juga mengutip falsafah Mandar, "Moa diang marundang lino, malete-lete ada' alai pasa' tippo, pake' de ada," yang bermakna pentingnya solidaritas masyarakat dalam menegakkan hukum dan kebenaran saat terjadi pelanggaran. Tegasnya
Pada sesi penyampaian materi, Andi Oddang menekankan bahwa meski globalisasi tidak dapat dihindari, budaya lokal tetap bisa bertahan jika terus dikembangkan secara kreatif dan inovatif. "Adaptasi itu perlu, tetapi esensi budaya kita harus tetap dijaga agar tidak hilang di tengah perubahan zaman," tutur Andi Oddang.
Seminar ini juga membuka ruang diskusi interaktif yang diikuti antusias oleh peserta. Beberapa mahasiswa mengajukan ide-ide konkret terkait pelestarian budaya, mulai dari program dokumentasi budaya hingga pengembangan kegiatan berbasis komunitas tingkat kampus maupun masyarakat luas.
HMPS Sejarah Peradaban Islam bertekad menjadikan mahasiswa sebagai agen pelestari budaya dan inovator di era modern. Seminar ini sekaligus membuktikan bahwa IAIN Parepare berkomitmen tidak hanya sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan, tetapi juga sebagai benteng penjaga identitas budaya bangsa.
Penulis : Saidin Hamzah
Editor: Sari Hidayati
Menguatkan Falsafah Bugis di Era Modern: HMPS SPI IAIN Parepare Gelar Seminar Kebudayaan