Skip ke Konten

Dosen IAIN Parepare Menyapa Pramuka di Dunia AI

19 Oktober, 2025 oleh
Dosen IAIN Parepare Menyapa Pramuka di Dunia AI
Humas IAIN Parepare

Humas IAIN Parepare -- Sore itu, Jumat, 17 Oktober 2025, lantai dua Gedung Kwartir Cabang (Kwarcab) Gerakan Pramuka Parepare di Jalan Bumi Harapan terasa berbeda. Di ruang sederhana yang biasa dipakai untuk rapat dan pembinaan, percakapan hari itu melampaui urusan baris-berbaris dan kegiatan lapangan.


Para pembina dan pengurus Indonesia Scout Journalist (ISJ) #2100 Parepare tengah berkenalan dengan dunia yang lebih luas—dunia yang dikuasai algoritma dan data. Mereka menyimak paparan dari Dr. Alfiansyah Anwar, S.Ksi., M.H., dosen Jurnalistik Islam Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Dakwah (FUAD) IAIN Parepare, yang sore itu menjadi pemantik diskusi dalam pelatihan bertajuk “Jurnalistik dan Kehumasan Berbasis Artificial Intelligence (AI)”.


"Kita tidak sedang melawan teknologi, kita belajar berdialog dengannya," kata Direktur Media Online Terverifikasi Dewan Pers, Pijarnews.com. 


Kalimat sederhana itu seolah menjadi titik berangkat dari pelatihan yang digagas ISJ #2100 Parepare dan didukung Ketua Harian Kwarcab Pramuka Parepare, H. Minhajuddin Ahmad, serta Koordinator ISJ, Hj. Nursia.


Meski peserta tak banyak, suasana pelatihan terasa akrab. Di hadapan handphone, para pembina Pramuka belajar menulis berita, membuat rilis, dan menyunting foto menggunakan kecerdasan buatan. Sesekali terdengar tawa ketika hasil tulisan mesin tampil begitu rapi dan cepat.


Namun, Alfiansyah mengingatkan, jurnalisme sejati bukan sekadar urusan cepat dan efisien.


“AI tidak menggantikan manusia, tapi menggantikan manusia yang tidak mau belajar,” ujarnya disambut tepuk tangan.


Ia menjelaskan bahwa AI hanyalah alat bantu, bukan pengganti nurani. Dalam setiap karya jurnalistik, yang menentukan tetaplah manusia—dengan rasa, empati, dan akal budi.


Di sela praktik, Alfiansyah menuntun peserta memahami rumus klasik 5W + 1H atau Adiksimba — apa, di mana, kapan, siapa, mengapa, dan bagaimana — sebagai fondasi berpikir kritis yang tak lekang oleh waktu. Ia juga membagikan 27 alat bantu AI untuk mendukung kerja kehumasan dan publikasi ISJ, sambil menunjukkan cara prompting yang efektif agar hasil tetap bernilai dan kontekstual.


Bagi Hj. Nursia, Koordinator ISJ Parepare, pelatihan ini bukan sekadar kegiatan teknis. Ia melihatnya sebagai upaya membentuk mental baru di kalangan Pramuka: berani beradaptasi tanpa kehilangan nilai.


“Pramuka harus menjadi pelopor literasi digital yang santun dan bermanfaat bagi masyarakat,” ujar Koresponden Metro Tv ini. 

Menjelang petang, saat sinar matahari mulai condong di balik jendela aula, para peserta menutup sesi dengan rasa puas. Mereka baru saja membandingkan hasil tulisan buatan AI dengan tulisan mereka sendiri. Cepat memang, tapi terasa dingin—tanpa rasa dan kehangatan manusia.


Alfiansyah menutup pelatihan dengan kalimat yang menancap di benak peserta. “Rasa, nilai, dan empati tidak bisa diprogram. Itu tugas kita sebagai jurnalis dan humas,” kata Doktor bidang Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar ini. 


Pelatihan sore itu mungkin hanya berlangsung beberapa jam. Namun, gema pesannya jauh melampaui ruang aula. Dari tangan seorang dosen IAIN Parepare, Pramuka belajar satu hal penting: bahwa di tengah derasnya arus digital, yang paling berharga tetaplah manusia yang mau berpikir, merasa, dan terus belajar. (irm/alf)

di dalam Berita
Arsip