Skip ke Konten

Pendidikan yang Memerdekakan -Membaca Ulang Agenda Reformasi Pendidikan H.A.R. Tilaar di Abad 21

8 Agustus, 2025 oleh
Pendidikan yang Memerdekakan -Membaca Ulang Agenda Reformasi Pendidikan H.A.R. Tilaar di Abad 21
Humas IAIN Parepare

Oleh : Suherman Syach


RESENSI BUKU

  • Judul : Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional dalam Perspektif Abad 21
  • Penulis            : Prof. Dr. H.A.R. Tilaar, M.Sc.Ed.
  • Penerbit         : Tera Indonesia
  • Tahun Terbit  : 1998
  • Tebal              : 434 halaman



Di penghujung dekade 1990-an, Indonesia berada dalam pusaran perubahan besar. Krisis multidimensi yang melanda negeri ini bukan hanya mengguncang sektor ekonomi dan politik, tetapi juga menggugah kesadaran akan perlunya pembenahan di sektor pendidikan. Dalam konteks inilah, H.A.R. Tilaar menghadirkan karyanya yang monumental, Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional dalam Perspektif Abad 21, yang terbit pada 1998. Buku setebal lebih dari 434 halaman ini lahir di tengah pergolakan nasional dan menawarkan pandangan strategis tentang bagaimana pendidikan Indonesia seharusnya bergerak memasuki abad baru.


Tilaar memandang pendidikan bukan semata-mata sebagai proses transfer pengetahuan, melainkan sebagai instrumen kebudayaan yang membentuk peradaban bangsa. Ia mengkritik keras warisan Orde Baru yang mengelola pendidikan secara sentralistik, seragam, dan kerap menjadi alat indoktrinasi politik. “Pendidikan nasional telah kehilangan rohnya sebagai proses pembebasan,” tulisnya, menegaskan bahwa sistem seperti itu justru menjauhkan masyarakat dari cita-cita kemerdekaan yang sejati.


Salah satu gagasan besar yang ia tawarkan adalah desentralisasi pendidikan. Dalam pandangannya, Indonesia yang begitu majemuk membutuhkan pengelolaan pendidikan yang dekat dengan masyarakat. “Desentralisasi adalah pengakuan terhadap kemajemukan bangsa dan hak masyarakat untuk menentukan masa depannya sendiri,” ujarnya. Dengan desentralisasi, kebijakan pendidikan dapat disesuaikan dengan konteks dan kebutuhan daerah, sehingga setiap komunitas memiliki ruang untuk mengembangkan kekhasannya.


Ia memberi perhatian khusus pada peran lembaga-lembaga pendidikan berbasis masyarakat seperti pesantren, madrasah, dan sekolah rakyat. Bagi Tilaar, lembaga-lembaga ini adalah bukti bahwa pendidikan yang berakar pada budaya lokal mampu bertahan di tengah perubahan zaman. “Pendidikan yang bertumpu pada kekuatan budaya lokal adalah pendidikan yang membebaskan dan memerdekakan,” tulisnya.


Tilaar juga menyoroti posisi perguruan tinggi yang sering terjebak di “menara gading”. Menurutnya, perguruan tinggi harus menjadi pusat inovasi yang mampu menjembatani tuntutan global dengan kebutuhan lokal. Ia menegaskan, “Perguruan tinggi tidak boleh memisahkan diri dari denyut nadi masyarakat; ia harus menjadi pelopor perubahan sosial.” Dalam konteks abad 21, universitas tidak hanya bertugas melahirkan sarjana, tetapi juga berperan sebagai katalis kemajuan sosial, ekonomi, dan budaya.


Gagasan lain yang menonjol adalah reposisi peran guru. Tilaar memandang guru sebagai agen perubahan, bukan sekadar pelaksana kurikulum. “Guru yang baik bukan hanya pengajar, tetapi pendidik yang membimbing manusia menjadi dirinya sendiri,” tulisnya. Pemberdayaan guru, baik melalui pelatihan profesional maupun peningkatan kesejahteraan, menjadi prasyarat mutlak keberhasilan reformasi pendidikan.


Pendidikan karakter menjadi sorotan penting. Tilaar mengingatkan bahwa bangsa yang besar tidak hanya ditandai oleh kemajuan teknologi dan ekonomi, tetapi juga oleh kualitas moral warganya. “Tanpa fondasi moral, pendidikan hanya akan menghasilkan manusia yang pandai tetapi tidak bijak,” tulisnya. Pendidikan, menurutnya, harus mengintegrasikan nilai-nilai etika, tanggung jawab sosial, dan kearifan lokal agar pengetahuan yang diajarkan benar-benar memberi manfaat bagi kehidupan bersama.


Tilaar juga mengantisipasi tantangan abad 21 seperti globalisasi, perkembangan teknologi informasi, dan persaingan ekonomi dunia. Ia menegaskan perlunya kurikulum yang adaptif, yang tidak hanya menekankan hafalan, tetapi juga keterampilan berpikir kritis, kemampuan berkolaborasi, kreativitas, dan literasi digital. “Pendidikan abad 21 adalah pendidikan yang memampukan peserta didik untuk belajar sepanjang hayat,” ujarnya.


Meski membuka diri terhadap perkembangan global, Tilaar menekankan pentingnya menjaga identitas budaya dan kearifan lokal sebagai modal bersaing di tingkat internasional. “Bangsa yang kehilangan identitasnya akan hanyut dalam arus globalisasi,” tegasnya.


Gaya penyajian Tilaar dalam buku ini argumentatif dan padat data, memadukan analisis kebijakan, kajian teoretis, dan refleksi historis. Meski begitu, beberapa gagasannya, terutama mengenai desentralisasi, masih bersifat normatif dan kurang membahas secara rinci tantangan implementasinya di daerah-daerah yang minim sumber daya. Namun, hal ini tidak mengurangi relevansi buku ini sebagai rujukan strategis dalam membicarakan reformasi pendidikan di Indonesia.


Kini, lebih dari dua dekade sejak pertama kali terbit, buku ini tetap memancarkan relevansi yang kuat. Banyak persoalan yang dikemukakan Tilaar—kesenjangan mutu pendidikan, pemerataan akses, kualitas guru, hingga relevansi kurikulum—masih menjadi pekerjaan rumah besar bangsa.


Di tengah momen HUT ke-80 Republik Indonesia pada tahun 2025, membaca kembali buku ini ibarat membuka peta lama yang tetap menunjukkan arah perjalanan menuju pendidikan yang demokratis, inklusif, dan berkelanjutan. Tilaar seakan berpesan bahwa kemerdekaan sejati tidak akan pernah lengkap tanpa pendidikan yang memerdekakan pikiran dan hati. “Kemerdekaan sejati adalah ketika manusia bebas berpikir, berkreasi, dan bertindak demi kebaikan bersama,” tulisnya.


Pendidikan, dalam pandangan Tilaar, harus memberi ruang bagi keberagaman, mendorong kreativitas, dan membangun solidaritas sosial. Itulah warisan pemikiran yang membuat Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional dalam Perspektif Abad 21 layak dibaca ulang, direnungkan, dan dijadikan inspirasi dalam merumuskan kebijakan pendidikan untuk Indonesia masa depan.

di dalam opini
Pendidikan yang Memerdekakan -Membaca Ulang Agenda Reformasi Pendidikan H.A.R. Tilaar di Abad 21
Humas IAIN Parepare 8 Agustus 2025
Arsip