Alumni Tanpa Kunjungan ke Perpustakaan, Wisuda Hanya Euforia Belaka

14 Maret, 2023 oleh
Ahmad Zuhudy Bahtiar

Penulis: Sirajuddin (Pustakawan)
 
Perkenalkan saya Pustakawan IAIN Parepare. Kali ini, akan kuceritakan tentang sekelumit kisah wisuda dari kampus Hijau Tosca, Sabtu (11/3/2023). 

Di acara wisuda, sesekali kupegangi gawai. Kuketik kata demi kata hingga terbangun narasi opini dari sudut pandang pustakawan.

Pedel wisuda berdentum, di belakangnya terdengar derap langkah para pembesar kampus terdiri dari rektor, para wakil rektor, ketua dan anggota senat, serta guru besar melangkah menuju podium Rapat Senat Luar Biasa. Rangkaian wisuda pun dimulai.

Kata 'wisuda' diserap dari bahasa Jawa 'Wisudha' yang artinya upacara peneguhan atau pelantikan bagi seseorang yang telah menempuh pendidikan. (wikipedia.org.) 

Di perguruan tinggi, wisuda adalah titik akhir dari usaha menyelesaikan studi dan merupakan penanda kelulusan mahasiswa yang telah menempuh masa belajar.

Euforia Acara Wisuda 

Momentum wisuda bagi para wisudawan dan wisudawati adalah momen sakral yang pantang untuk terlewatkan. Para wisudawan dan wisudawati ditemani oleh keluarga hadir di ruang wisuda. Sebagian kerabat rela menunggu di luar sampai acara selesai karena tak kebagian tempat.

Raymond Firth mengutarakan wisuda menjadi simbol yang berpusat pada diri para wisudawan dan wisudawati yang diekspresikan. Robert Bellah, pada kutipan pembuka buku The Power of Symbols, menyatakan, “Jelas bahwa kita tidak dapat membedakan kenyataan dari simbolisasinya”. 

Dikutip dari Graduation source, toga dan jubah menjadi pembeda antara masyarakat yang mengenyam pendidikan dan masyarakat biasa. Seiring berjalannya waktu, anggapan tersebut tak lagi berlaku. Jubah dan toga wisuda saat ini, hanya menjadi simbol pencapaian. (detik.com) 

Dekade ini, acara wisuda tak hanya berkonsekuensi biaya karena mendatangkan keluarga dan kerabat, tapi juga biaya membeli pakaian dan merias wajah, khususnya wisudawati. Ditambah lagi, perangkat berupa buket ucapan selamat dan banyak lagi pernak perniknya untuk pemenuhan eksistensi.

Di beberapa negara, acara wisuda terlihat berbeda. Merilis laman gramedia.com para wisudawan dan wisudawati di Portugal mengenakan top hat. Sementara itu, wisudawan dan wisudawati di Finlandia biasanya membawa pedang, sedangkan wisudawan dan wisudawati di Belanda bebas mengenakan pakaian apa saja. Hal ini menunjukkan bahwa selalu ada simbol dari perayaan ini. Yah, mereka juga merayakannya.

Kembali lagi ke sudut ruangan auditorium, riuh rendah di tengah euforia wisuda sangat terasa ketika 800 lebih wisudawan dan wisudawati berbaris dalam antrian mengelilingi ruang gedung keong di IAIN Parepare. 

Saya duduk di sisi kiri depan menyaksikan langsung setiap rangkaian acara wisuda. Haru bercampur bahagia terlihat dari wajah para hadirin saat Rektor IAIN Parepare memindahkan tali toga masing-masing wisudawan dan wisudawari hari itu. Seperti ada kelegaan yang tak mampu dibahasakan saat talu toga dipindahkan ke kanan. 

Saya menemukan di laman amanat.id., toga diasosiasikan sebagai otak. Pita toga awalnya di sisi kiri dimaknai bahwa perkuliahan mahasiswa menggunakan otak kiri mereka ini berhubungan dengan; materi, bahasa dan juga hafalan. Sementara, tali toga dipindahkan ke kanan dimaknai sebagai sebuah harapan sarjana ini lebih menggunakan otak kanan yang behubungan dengan daya imajinasi, kreativitas dan juga inovasi.

Saya menulis dan berpikir bahwa inovasi itu terbangun dan tumbuh dari hasil belajar. Mereka harus tetap belajar dan berkreasi meskipun nanti tidak lagi di meja kuliah. Mereka bisa kembali belajar, menemukan ruang intelektual lewat perpustakaan. Para sarjana ini, harus mengingat bahwa perpustakaan tempat belajar sepanjang hayat.


Perpustakaan bagi alumni

Wisuda menjadi pertanda bahwa para sarjana meninggalkan kampus tempat mereka menuntut ilmu. Di tempat ini, ada fasilitas yang mendukung kegiatan pembelajaran, ruang kuliah dengan dosen yang membimbing, perpustakaan, dan fasilitas lainnya.

Beberapa waktu berikutnya, bagi mereka yang terbiasa berkunjung ke perpustakaan akan merasa terasing dengan kunjungan karena status bukan lagi mahasiswa. 

Pandangan pemustaka ini, bisa menjadi keliru jika menelisik tugas pokok perpustakaan. Pasal 1 Ayat 1 UU No.43 tahun 2007 tentang Perpustakaan. Pasal tersebut menyebutkan bahwa “Perpustakaan adalah institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan/ atau karya rekam, secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi para pemustaka”.

Perpustakaan sebagai simbol peradaban suatu bangsa juga mempunyai fungsi rekreasi. Pengembangan fungsi rekreasi di perpustakaan berarti melengkapi tugas utama perpustakaan agar lebih menarik dan menghibur pengunjung. (lipi.go.id) 

Kunjungan rekreasi ilmu di perpustakaan bagi para sarjana ini juga bisa menjadi kompensasi dari absennya mereka mengunjungi perpustakaan di masa kuliah dulu.

Melalui perpustakaan, para sarjana ini akan menemukan atmosfer kuliah yang sarat dengan urusan keilmuan, sarat dengan buku-buku yang ketika kuliah dulu tidak sempat dibacanya .

Di bangku kuliah mereka disibukkan dengan setumpuk tugas dari dosen dan tuntutan eksistensi bagi mahasiswa untuk aktif di lembaga kemahasiswaan.

Perpustakaan menfasilitasi penggunanya

Kebutuhan pengguna perpustakaan harus terpenuhi oleh setiap perpustakaan yang berorientasi pengguna (user oriented) .

Pengguna perpustakaan adalah semua orang yang berkunjung dan memanfaatkan sarana dan fasilitas serta layanan yang ada di perpustakaan tersebut. Menurut (Mustofa, Badollahi: 1996, 42) pengguna perpustakaan adalah masyarakat yang punya akses terhadap perpustakaan yang ada di daerah tempat tinggal pemustaka.

Setiap orang layak mendapatkan layanan yang mereka inginkan di ruang perpustakaan. Oleh karena itu pustakawan perlu menciptakan suasana kontekstual di ruang perpustakaan dengan menghadirkan kondisi yang dibutuhkan pengunjung perpustakaan.

Saya menemukan dari laman kaltimprov.go,id perpustakaan berinklusi sosial bertujuan memfasilitasi masyarakat untuk memajukan potensinya dengan melihat budaya masyarakat dan keinginan untuk menerima perubahan, kesempatan berusaha, dan melindungi hak asasi manusia.

Perpustakaan dapat mengangkat martabat dan kemandirian bagi pengguna oleh karena itu diupayakan oleh perpustakaan agar pengguna perpustakaan memiliki kualitas hidup yang lebih baik.

Item -item ini berkelindan di dalam pikiran saya. Sebagai pustakawan saya harus mengambil peran lebih dari sekadar mendiskusikan tentang kepustakawanan dengan teman sejawat.

Hmm, sepertinya saya harus mengakhiri tulisan ini dengan tugas baru yang harus saya lakukan yaitu "berhitung dan bertindak".

di dalam Opini
Ahmad Zuhudy Bahtiar 14 Maret, 2023