OPINI: Memorandum Jaksa Agung Tunda Kasus Korupsi, "Inkonstitusional"

30 Agustus, 2023 oleh
Hayana

Penulis: Rusdianto Sudirman, S.H, M.H, C.Me (Dosen Hukum Tata Negara IAIN Parepare)

OPINI--- Penundaan penyelidikan perkara korupsi yang dilaporkan terhadap kandidat calon presiden, calon wakil presiden dan calon kepala daerah saat perhelatan Pemilu 2024 kini menjadi diskursus oleh para aktivis ataupun para penggiat anti korupsi. Pasca terbitnya memorandum Jaksa Agung setidaknya membuat para penggiat anti korupsi murka. Sebaliknya, para koruptor yang sekarang ini mendaftar sebagai peserta pemilu bisa bernafas lega, paling tidak sampai pemilu selesai. Pertanyaannya  kemudian, jika para koruptor tersebut terpilih sebagai capres atau anggota DPR, apakah Kejaksaan Agung masih berani mengusut?!

Secara yuridis formal memorandum dan instruksi Jaksa Agung ST Burhanuddin terkait penundaan sementara pengusutan kasus-kasus korupsi yang melibatkan para peserta Pemilu 2024 merupakai suatu hal yang inkonstitusional. Jadi secara hukum bertentangan dengan asas dan prinsip pemberantasan korupsi. Memorandum Jaksa Agung  tersebut bertentangan dengan dasar hukum pemberantasan korupsi yang mengacu pada Undang-Undang (UU) 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Dalam Pasal 25 UU Tipikor itu, tegas disebutkan penanganan kasus tindak pidana korupsi mengharuskan percepatan proses untuk mendapatkan kepastian hukum. Bahkan, disebutkan dalam pasal tersebut, penanganan tindak pidana korupsi harus lebih didahulukan ketimbang proses hukum yang terkait dengan tindak pidana lainnya.

Jadi suatu yang sangat keliru kalau penanganan kasus korupsi yang melibatkan peserta pemilu harus ditunda. Justru seharusnya dipercepat (penanganan kasusnya) agar dapat mencegah calon presiden ataupun calon anggota DPR  yang bermental korup menang dalam Pemilu. Secara prinsip hukum memorandum Jaksa Agung ini mematahkan dalil keadilan yang ditunda, bukanlah keadilan.

Secara teoritis pun tidak ada hubungannya antara pemilu dengan penegakan hukum, apalagi terkait tindak pidana korupsi. Tidak peduli mau pemilu atau tidak, kalau cukup bukti, tindak pidana korupsi yang melibatkan siapa pun juga harus tetap diproses, bukan malah ditunda. Terlepas dia calon presiden ataupun calon anggota legislatif, karena semua orang sama didepan hukum (equality before the law), ini sama saja Kejaksaan Agung sedang melakukan upaya pencegahan pemberantasan korupsi.

Di sisi lain  memorandum Jaksa Agung tersebut membuat para peserta Pemilu 2024 yang diduga terlibat korupsi bergembira ria. Sebab, memorandum tersebut berarti memberikan waktu sementara bagi para terduga korupsi yang ambil bagian dalam Pemilu 2024 untuk menghilangkan alat maupun barang bukti. Atau setidak-tidaknya penundaan tersebut memberikan waktu bagi para terlibat korupsi, dalam memengaruhi bahkan pengancaman saksi-saksi. jika peserta pemilu ini memang terlibat korupsi, maka seharusnya memang di proses hukum sesuai hukum acara yang ada. Tanpa perlu menunggu sampai hajatan politiknya (pemilu) selesai. Justru jadi sangat fatal kalau Kejaksaan Agung menunda penanganan hukumnya sampai pemilu selesai.

 Apalagi alasan dalam memorandum tersebut dikatakan Jaksa Agung agar penanganan hukum kasus-kasus korupsi oleh Kejaksaan Agung tidak dijadikan alat kampanye hitam atau black campaign oleh pihak-pihak yang melaporkan dugaan korupsi para peserta pemilu. Padahal dalam penegakan hukum pidana pemilu, terkait kampanye hitam telah diatur tersendiri dalam UU Pemilu. Bahkan jika black campaign, fitnah, penghinaan dan sebagainya  dilakukan di media sosial bisa dijerat dengan UU ITE.

Oleh karena itu jika penanganan kasus korupsi ditunda sampai pemilu selesai, memperlihatkan bahwa Kejaksaan Agung itu seperti berpolitik dalam penanganan kasus korupsi. Padahal selama ini penyidikan korupsi oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejakgung kerap membantah bahkan tak peduli tentang risiko maupun dampak politik dari setiap penanganan kasus-kasus korupsi, bahkan jika penyidikan tersebut turut menyeret nama-nama besar dari barisan partai-partai politik peserta Pemilu 2024 mendatang. Seharusnya kejaksaan agung konsisten dalam menangani kasus korupsi. Bukan justru memberikan arahan yang tidak terarah yang dapat menghambat pemberantasan korupsi di Indonesia.

 

di dalam Opini
Hayana 30 Agustus, 2023