Skip to Content

McKinsey Education Ungkap Krisis Atensi Pelajar Global: Durasi Fokus Turun Hingga 40 Persen

Hannani
25 November, 2025 by
McKinsey Education Ungkap Krisis Atensi Pelajar Global: Durasi Fokus Turun Hingga 40 Persen
Humas IAIN Parepare
| No comments yet

McKinsey Education, divisi pendidikan dari McKinsey & Company, kembali menegaskan urgensi krisis atensi pelajar global melalui laporan-laporan terbarunya. Sebagai lembaga riset dan konsultan pendidikan yang bekerja dengan lebih dari 50 kementerian pendidikan di dunia, McKinsey Education memusatkan perhatian pada hubungan antara teknologi digital, perilaku belajar, dan performa akademik generasi muda.

Dalam berbagai publikasi seperti “The State of Global Education” (2020–2023) dan “Student Behavior and Learning in the Digital Age” (2023), McKinsey Education meneliti cara kerja sistem pendidikan di Amerika Utara, Asia, Eropa, dan Timur Tengah. Studi multi-negara ini melibatkan lebih dari 20.000 siswa, guru, dan pimpinan institusi untuk memahami bagaimana perubahan digital memengaruhi proses belajar di sekolah dan perguruan tinggi.

Latar Belakang Penelitian: Meningkatnya Distraksi Digital Pascapandemi

McKinsey Education mengawali serangkaian penelitian ini untuk merespons tiga kondisi global yang mengkhawatirkan.

Pertama, lonjakan penggunaan gawai oleh pelajar yang rata-rata mencapai 3–5 jam per hari di luar jam belajar formal. Kedua, multitasking digital yang meningkat drastis selama pembelajaran daring di masa pandemi, ketika pelajar berpindah antara aplikasi Zoom, pesan instan, dan media sosial. Ketiga, penurunan skor literasi dan numerasi internasional, sebagaimana tercatat dalam asesmen PISA 2018–2022.

Ketiga faktor ini membuat McKinsey Education meneliti lebih dalam bagaimana kebiasaan digital membentuk ulang cara pelajar memproses informasi.

Temuan Utama: Durasi Fokus Pelajar Menurun 40 Persen

Riset McKinsey Education menyimpulkan bahwa kemampuan pelajar untuk mempertahankan fokus pada satu tugas akademik kini 30–40 persen lebih pendek dibandingkan satu dekade lalu. Temuan ini muncul konsisten di berbagai negara, baik di sekolah dasar, menengah, maupun perguruan tinggi.

1. Distraksi Digital yang Konstan

McKinsey menemukan bahwa notifikasi ponsel, aplikasi pesan, dan media sosial menciptakan kondisi “continuous partial attention”, yaitu otak yang terus-menerus siaga terhadap gangguan meskipun sedang belajar.

Dalam satu sesi belajar 20 menit, pelajar rata-rata membuka gawai 7–9 kali untuk hal non-akademik.

2. Kebiasaan Multitasking yang Menurunkan Kualitas Belajar

Multitasking digital tidak meningkatkan efisiensi belajar. McKinsey mencatat bahwa pelajar yang multitasking mengalami:

a.       penurunan pemahaman hingga 28%,

b.      retensi informasi melemah hingga 40%,

c.       akurasi kerja menurun sekitar 20%.

Pelajar terlihat sibuk, tetapi hasil akademiknya cenderung dangkal fenomena yang disebut McKinsey sebagai “busy without learning.”

3. Fragmentasi Proses Belajar

McKinsey menemukan bahwa pola belajar kini bergeser dari linear ke fragmented learning. Pelajar lebih sering:

a.     belajar melalui potongan kecil (micro-learning bursts),

b.     berganti aplikasi dalam hitungan menit,

c.    mengandalkan ringkasan ketimbang membaca teks panjang secara penuh.

Kebiasaan ini memperkuat gaya belajar cepat tetapi dangkal, mirip fenomena yang dipaparkan Nicholas Carr dalam The Shallows.

Mengapa Temuan Ini Mengkhawatirkan?

McKinsey Education menyebut kemampuan deep work sebagai kompetensi kognitif paling penting abad ke-21. Namun justru kemampuan ini makin langka. Pelajar kini rata-rata hanya mampu mempertahankan fokus mendalam 2–5 menit sebelum kembali terdistraksi padahal satu dekade lalu angkanya mendekati 10–15 menit.

Tanpa stamina perhatian yang kuat, pelajar akan kesulitan mengembangkan kemampuan analitis, kreativitas, dan pemecahan masalah tingkat tinggi.

Kesimpulan McKinsey: Atensi Adalah Keunggulan Baru

Dalam laporan terbarunya, McKinsey Education merumuskan satu kesimpulan strategis untuk dunia pendidikan:

“The next competitive advantage in education is attention, not information.”

Keunggulan masa depan bukan lagi soal siapa yang memiliki akses informasi paling banyak, tetapi siapa yang mampu mengelola fokus di tengah derasnya distraksi digital.

Archive
Sign in to leave a comment