Perjalanan Kabiro Pertama, Hj Musyarrafah Amin; Sebuah Refleksi

2 Februari, 2022 oleh
webadmin1

OPINI — Transformasi Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) menjadi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kota Parepare bukan saja memberi perubahan, tetapi juga harapan.

Harapan baru bagi sivitas kampus dan juga masyarakat di sekitarnya. Berbentuk sekolah tinggi, berbeda cukup banyak dengan bentuknya saat ini sebagai sebuah institut.

Dulu, saat berbentuk STAIN, perguruan tinggi ini hanya membuka jurusan dengan rumpun keilmuan yang spesifik, yaitu ilmu Agama Islam. Dewasa ini, dengan bentuk IAIN, telah membuka beberapa fakultas dengan rumpun keilmuan tertentu. Hanya beda tipis dengan bentuk universitas yang dapat membuka fakultas dengan multi disiplin keilmuan.

Karena berbentuk Institut, IAIN Parepare menyelenggarakan pendidikan Strata Satu (S1) dengan membuka empat fakultas, yaitu Fakultas Tarbiyah, Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum Islam, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam dan Fakultas Ushuludin, Adab dan Dakwah.

Selain itu, juga membuka program Magister (S2) melalui Program Pasacasarjana. Dari sisi manajemen, struktur organisasi bertambah besar dan kompleks. Dalam organisasi dan tata kerja IAIN Parepare yang ditetapkan Menteri Agama RI melalui Peraturan Menteri Agama Nomor 38 tahun 2018, nampak jelas organ baru yang terbentuk. Salah satunya, jabatan Kepala Biro yang dijabat oleh seorang pejabat karir. Minimal berstatus eselon 2.

Keberadaannya bukan dipilih oleh Rektor. Tetapi dipilih dan dilantik oleh Menteri Agama RI. Jika dilihat dari struktur organisasi dan tugas pokok dan fungsinya (tupoksi), Kepala Biro adalah seorang Kepala Kantor tetapi bukan pimpinan tertinggi. Karena bertanggungjawab sepenuhnya kepada Rektor. Saya, sering menyepadankan posisinya dengan seorang Sekretaris Daerah (Sekda) dalam struktur pemerintahan daerah.

Kepala Biro Pertama

Hj. Musyarrafah Amin adalah Kepala Biro pertama IAIN Parepare. Sebagai Kepala Biro pertama, kehadirannya sangat penting dalam transformasi bentuk IAIN Parepare. Mencari bentuk dan mengubah rasa STAIN bercita rasa IAIN. Di bawah kepemimpinan Ahmad S. Rustan selaku Rektor yang smart dan visioner, Hj Musyarrafah Amin berakselerasi dan berinovasi.

Berbekal pengalamannya sebagai pamong senior, jiwa kepemimpinan dan manajerialnya bekerja. Regulasi, kebijakan dan gagasan berilian pimpinan (Rektor) dijabarkan pada tingkat manajemen dan teknis. Persoalan utama yang dihadapi dan berulangkali disebutkan pada tahun pertama penugasannya adalah masalah mindset dan budaya kerja. Bagaimana mengubah rasa STAIN menjadi rasa IAIN.

Sebagai Kepala Biro pertama, tugasnya tidak mudah. Belum ada blue print dari tugas pokok Kepala Biro yang bisa dilanjutkan atau setidaknya ditiru dan dijadikan acuan dalam bekerja. Benar-benar harus mulai dari nol. Jika saja, bukan karena ilmu dan pengalamannya yang panjang dan mumpuni. Mungkin saja, akan keok di tengah jalan.
Langkah taktis diambilnya (menurut penulis), menyasar mindset dan budaya kerja pegawai/bawahannya.

Mungkin karena beraliran Balai Diklat Keagamaan (BDK) atau tepatnya pernah menjabat sebagai Kepala BDK Makassar, maka pendekatan yang diambilnya bersifat pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) dan human relations.

Potensi dan kapasitas SDM pegawai dipetakan dan diorientasikan. Pun demikian, pendekatan human relations melalui interpesonal digalang sebagai modalitasnya membangun budaya kerja.

Belajar darinya

Meski interaksi terbatas. Saya merasa beruntung menjadi salah satu bagian dari timnya di IAIN Parepare. Beruntung karena diajari dan belajar banyak hal darinya. Bukan hanya soal pekerjaan, kepemimpinan, manajerial, tetapi juga kepedulian, keikhlasan, kebaikan dan persahabatan. Sosoknya, seperti pemimpin yang ideal. (Tentu saja, itu subjektifitas saya), tetapi pasti banyak yang merasa seperti itu.
Kepadanya, saya belajar tentang kepemimpinan. Sebagai Kepala Biro, dia telah mencontohkan bagaimana menjadi seorang bawahan dari seorang atasan (Rektor). Sebaliknya, menjadi tauladan sebagai seorang atasan (Kepala Biro) bagi bawahannya. Ada banyak kapasitas kepemimpinan yang perlu dicontohi darinya. Misalnya pengambilan keputusan, komunikasi, inovasi, kaya gagasan, solutif, dll.

Kepadanya, saya juga belajar tentang manajerial dan menghadapi berbagai persoalan. Dalam relasi kerja, saya merasakan bagaimana pekerjaan harus dikerjakan dalam pendekatan manajemen. Tanpa harus menyebutkan fungsi POAC, setiap pekerjaannya dikerjakan melalui pendekatan Planning, Organizing, Actuating dan Controling. POAC itu. Jadi kegiatan harus terencana dan dengan target dan tujuan yang terukur.

Kepadanya, saya banyak belajar tentang kebaikan. Dengan mata telanjang, saya menyaksikan bagaimana ramahnya, sapaannya, dan gaulnya. Sepertinya, semua sama saja baginya. Tidak membedakannya. Semua satpam dan cleaning service pasti disapanya. Siapa pun, akan merasa nyaman dan bahagia bersamanya. Mungkin saja, prototype kepemimpinan seperti ini langkah kita jumpai. Tapi itu, ada pada sosok Hj Musyarrafah Amin.


Merasa Kehilangan

Kurang lebih 3,8 tahun, Hj Musyarrafah Amin membersamai kami selaku Kepala Biro IAIN Parepare. Penugasan itu berakhir di akhir Januari 2022, setelah dilantik oleh Menteri Agama RI. Serasa Januari kelabu. Kepergiannya, menyesakkan banyak dada. Setidaknya, itu yang terlihat diberanda medsos. Tak terkecuali yang berkirim caption menangis dalam japriannya.

Ya kami kehilangan. Kehilangan sosok panutan. Tapi, saya yakin kepergianmu bukan berarti meninggalkanku. Karena kau telah meninggalkan jejak dalam hati dan akalku. Jejak kebaikan itu takkan lekang waktu dan panasnya matahari. Akan kusimpan sebagai pelajaran, kehangatan dan kenangan. Kubiarkan tumbuh biak dalam batinku. Semoga dikelak nanti, aku ditakdirkan seperti mu. Sehingga ajaranmu menjadi jariyah bagimu. Amin.

Penulis : Suherman Syah
Editor : Alfiansyah Anwar

di dalam Berita
webadmin1 2 Februari, 2022